Senin, 08 November 2010

HEWAN KURBAN

        Kata Udhhiyah dan dhahiyah adalah nama hewan sembelihan seperti sapi, unta, dan kambing yang dipotong pada Hari Raya Nahar (Kurban) dan Tasyrik sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT.
        Allah telah mensyariatkan Kurban, sebagaimana Firman-Nya:
"Sesungguhnya, kami telah  memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus dari rahmat Allah." (Al-Kautsar: 1-3).
"Dan unta-unta itu kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) ..." (Al-Hajj: 36)
        Sebuah riwayat dari Aisyah r.a, Nabi SAW telah bersabda :
"Tidak ada amalan yang diperbuat manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai oleh Allah selain menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan Kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku-kukunya. Sesungguhnya sebelum darah Kurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima disisi Allah. Maka tenangkanlah jiwa dengan berKurban." (H.R  Tirmidzi)

Hewan Yang Boleh Dikurbankan
          Adapun hewan yang boleh dikurbankan adalah unta, sapi, dan kambing (domba). Selain tiga jenis hewan itu tidak dibenarkan. Sebagaimana firman Allah SWT:
"....agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak...."(Al-Hajj:34)

        Hewan kurban berupa domba yang dianggap layak adalah yang berumur setengah tahun, kambing berumur satu tahun, sapi berumur dua tahun, dan untu berumur lima tahun. Semua hewan itu tidak dibedakan apakah jantan atau betina, berdasarkan hal-hal sebagai berikut;
  1. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, ia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Hewan kurban yang paling baik adalah 'Jadza' kambing." (Menurut Abu Hanafi Jdza adalah kambing/ domba yang telah berumur beberapa bulan . Sedangkan Imam syafi'i berpendapat bahwa kambing yang berumur satu tahun. Inilah yang paling shahih)
  2. Riwayat dari Uqbah bin Amir, ia berkata,"Aku bertanya kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah saw, aku memiliki jadza'. Kemudian Rasullah menjawab, 'Berkurbanlah dengannya.'" (HR Bukhari Muslim).
  3. Riwayat Muslim dar Jabir bahwa Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian berkurban kecuali yang telah berumur satu tahun keatas. Jika hal itu menyulitkanmu, maka sembelihlah yang jadza' kambing."
        Syarat hewan kurban adalah tidak cacat. Tidak dibolehkan berkurban dengan hewan cacat misalnya;
  1. Penyakit yang jelas terlihat.
  2. Picak matanya.
  3. Pincang sekali.
  4. Sum-sum tulangnya tidak kelihatan karena sangat kurus.Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah saw,"Empat jenis penyakit pada hewan kurban yang tidak layak yaitu hewan yang picak dengan jelas, dan yang sakit dan penyakitnya terlihat jelas, yang pincang sekali, dan yang kurus sekali." (HR Tirmidzi).
  5. Terdapat cacat; yaitu telinga atau tanduknya sebagian besar hilang.
     Cacat tambahan selain lima hal diatas adalah hatma (rontok seluruh gigi depan), ashma (kulit tanduk mengelupas), umya (buta), taula (tidak digembalakan/ liar), dan jarba (banyak kudis).
Hal-hal yang masih ditolerir adalah tak bersuara, buntutnya putus, bunting, dan tidak memiliki sebagian telinga dan sebagain bokongnya.
Menurut pendapat kalangan mazhab Syafi'i yang tersahih bahwa yang bokongnya teroutus dan kantong susunya tidak ada, maka tidak memenuhi syarat, karena hilang sebagian organ tubuh yang dapat dikonsumsi. Begitu pula halnya dengan ekor yang terputus.
Imam Syafi'i mengatakan, "Kami tidak menemukan hadits yang menyebutkan gigi sama sekali."

Disyaratkan bahwa hewan kurban tidak disembelih kecuali setelah terbit matahari pada hari Idul Adha hingga saat-saat pelaksanaan shalat Id. Setelah itu dibolehkan menyembelih kapanpun di hari yang tiga (hari Tasyriq) baik malam maupun siang. Setelah tiga hari itu, maka tidak dibenarkan penyembelihan hewan kurban. Sebagaimana Riwayat Barra r.a dari nabi saw, bahwa ia bersabda,
       "Sesungguhnya hal pertam yang kita lakukan pada hari ini (Hari Raya Id) adalah shalat, kemudian kembali dan memotong kurban. Barang siapa melakukan itu, berarti ia mendapatkan sunnah kami. Dan barang siapa yang menyembelih sebelum itu, maka daging sembelihannya untuk keluarganya dan tidakdinilai sebagai ibadah kurban sama sekali."

        Jika orang yang berkurban memiliki kepandaian dalam menyembelih hewan, maka disunnahkan untuk melakukan sendiri untuknya. 
Apabila orang yang berkurban tidak memiliki kepandaian dalam menyembelih hewan, maka hendaknya ia menghadiri dan menyaksikan pada saat penyembelihannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, 
"Wahai Fatimah, bangun dan saksikanlah kurbanmu karena setiap tetes darah hewan kurban akan memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kau lakukan. Dan bacalah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu baginya. Dan untuk itu aku diperintah. Aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri kepada Allah.' Seorang sahabat lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah ini untukmu dan keluargamu, atau untuk kaum muslimin secara umum?' Rasulullah menjawab, "Tidak, bahkan untuk kaum muslimin secara umum.'"

Wallahu 'Alam bissowaf.  Semoga bermanfaat.

Referensi : Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2007

Senin, 04 Oktober 2010

Meraih Haji Mabrur




Haji mabrur adalah dambaan dan cita-cita setiap muslim yang melaksanakan haji. Tetapi pertanyaannya apa itu haji mabrur? Banyak orang menafsirkan bahwa haji mabrur adalah haji yang ditandai dengan kejadian-kejadian aneh dan luar biasa saat menjalani ibadah tersebut di tanah suci. Kejadian ini lalu direkam sebagai pengalaman ruhani, yang paling berkesan.

Bahkan kadang ketika ia sering menangis dan terharu dalam berbagai kesempatan itu juga dianggapnya sebagai tanda dari haji mabrur. Imam Al Ashfahani menyebutkan haji mabrur artinya haji yang diterima (maqbul) (lihat mufradat alfadzil Qur’an, h. 114).
Tapi apa tanda-tandanya?
Mabrur diambil dari kata al birru (kebaikan). Dalam sebuah ayat Allah swt berfirman: “lantanalul birra hatta tunfiquu mimma tuhibbun. Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan sehingga kamu menginfakkan sebagian apa yang kamu cintai”. QS.3:92. Ketika digandeng dengan kata haji maka ia menjadi sifat yang mengandung arti bahwa haji tersebut diikuti dengan kebajikan.
Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang mengantarkan pelakunya menjadi lebih baik dari masa sebelumnya. Al Qur’an juga menggunakan kata al birru untuk pengabdian yang terus menerus kepada orang tua wabarraan biwalidati. QS. 19:32. Orang-orang yang selalu mentaati Allah swt dan menjauhi segala yang dilarang disebut al abraar, kelak mereka dihari kiamat akan ditempatkan di surga. “Innal abraara lafii na’iem”. QS.82:13. Bila digabung antara ayat ini dengan hadits Rasulullah: “Al hajjul mabrrur laisa lahuu jazaa illal jannah.” HR Bukhari, nampak titik temu yang saling melengkapi, bahwa haji mabrur akan selalui ditandai dengan perubahan dalam diri pelakunya dengan mengalirnya amal saleh yang tiada putus-putusnya. Bila setelah berhaji seseorang selalu berbuat baik, sampai ia menghadap Allah swt, maka jelas ia akan tergolong kelompok al abraar dan pahala yang akan kelak ia dapatkan adalah surga.
Beradasarkan pembahasan di atas bahwa untuk mencapai haji mabrur ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
Pertama, niat yang ikhlas karena Allah swt, bukan karena ingin dipuji orang dan berbangga-bangga dengan gelar haji. Seorang yang tidak ikhlas dalam beramal apapun termasuk haji, Allah swt akan menolak amal tersebut sekalipun di mata manusia ia nampak begitu agung dan mulia.
Kedua, bekalnya harus halal. Haji yang dibekali dengan harta haram pasti Allah swt tolak. Rasulullah saw bersabda: “Sesunguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Di akhir hadits ini Rasulullah menggambarkan seorang musafir sedang berdo’a tetapi pakaiannya dan makanannya haram, maka Allah tidak akan menerima doa tersebut.” HR. Muslim. Demikian juga ibadah haji yang dibekali dengan harta haram.
Ketiga, Dari niat yang ikhlas dan bekal yang halal akan lahir syarat yang ketiga: istiqamah. Istiqamah artinya komitmen yang total untuk mentaati Allah swt dan tunduk kepada-Nya, bukan saja selama haji, melainkan kapan saja dan di mana saja ia berada. Haji tidak akan bermakna jika sekembalinya dari tanah suci, seorang tidak menyadari identitas kehambaanya kepada Allah swt. Tuntunan syetan kembali diagungkan. Merebut harta haram dan kemaksiatan menjadi kebiasaannya sehari-hari. Bila ini yang terjadi, bisa dipastikan bahwa hajinya tidak mabrur. Karena haji mabrur akan selalu diikuti dengan kebajikan. Pribadi yang istiqamah setelah menjalankan ibadah haji, akan selalu tenang. Tidak plin-plan. Perilakunya jelas tidak berwarna-warni seperti bunglon. Apa yang Allah swt haramkan senantiasa ia hindari, dan apa yang diwajibkan selalu ia tegakkan secara sempurna.
Allah swt mengajarkan bahwa hanya iman dan harta halal yang bisa membuat seseorang selalu istiqamah mentaati-Nya. QS. 2:172, 23:51.
Istiqamah mempertahankan nilai-nilai haji, dan menahan diri dari segala bentuk kemungkaran sekecil apapun.

Seseorang yang naik haji akan di sebut haji mabrur setelah ia nampak bahwa hidupnya lebih istiqamah dan kebajikannya selalu bertambah sampai ia menghadap Allah SWT. Wallahu a’lam bishshawab.
Rosadi



Minggu, 03 Oktober 2010

IDUL ADHA DAN IBADAH QURBAN




dakwatuna.com – Kata Idul Adha artinya kembali kepada semangat berkurban. Berbeda dengan Idul Fitri yang artinya kembali kepada fitrah. Bila Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadhan, di mana setiap hamba Allah selama Ramadhan benar-benar disucikan sehingga mencapai titik fitrah yang suci, tetapi dalam Idul Adha tidak demikian. Idul Adha lebih berupa kesadaran sejarah akan kehambaan yang dicapai nabi Ibrahim dan nabi Ismail alaihimus salam. Karenanya di hari tersebut ibadah yang paling utama adalah menyembelih kurban sebagai bantuan terhadap orang-orang miskin.
Dalam surah Ash Shaffat 100-111, Allah swt. menggambarkan kejujuran nabi Ibrahim dalam melaksanakan ibadah kurban. Indikatornya dua hal:
Pertamaal istijabah al fauriyah yakni kesigapannya dalam melaksanakan perintah Allah sampai pun harus menyembelih putra kesayangannya.
Ini nampak ketika nabi Ibrahim langsung menemui putranya Ismail begitu mendapatkan perintah untuk menyembelihnya. Di saat yang sama ia langsung menawarkan perintah tersebut kepadanya. Allah berfirman:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Dan ternyata al istijabah al fauriyah ini nampak juga pada diri Ismail ketika menjawab:
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”


Keduashidqul istislam yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah.
Allah berfirman: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).”
Inilah pemandangan yang sangat menegangkan. Bayangkan seorang ayah dengan jujur sedang siap-siap melakukan penyembelihan. Tanpa sedikitpun ragu. Kata aslamaa yang artinya keduanya berserah diri menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak, melainkan kedua belah pihak baik dari Ibrahim maupun Ismail. Di sanalah hakikat kehambaan benar-benar nampak. Bahwa sang hamba tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada Tuhannya. Suatu teladan kehambaan yang harus ditiru setiap orang beriman yang berjuang menuju derajat kehambaan. Karenanya pada ayat 100 seteleh itu, Allah menegaskan bahwa keduanya benar-benar hamba-Nya, Allah berfirman: “Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”
Dari sini nampak bahwa untuk mencapai derajat kehambaan sejati, tidak ada lain kecuali dengan membuktikan al istijabah al fauriyyah dan shidqul istislam. Nabi Ibrahim dan nabi Ismail telah membuktikan kedua hal tersebut. Allah swt. yang Maha Mengetahui telah merekamnya. Bila Allah yang mendeklarasikannya maka itu persaksian yang paling akurat. Tidak perlu diperbincangkan lagi. Bahkan Allah swt. mengabadikannya dengan menjadikan hari raya Idul Adha. Supaya semua hamba Allah setiap tahun selalu bercermin kepada nabi Ibrahim dan nabi Ismail.
Dengan demikian, esensi Idul Adha bukan semata ritual penyembelihan kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat kehambaan nabi Ibrahim dan nabi Ismail dalam kehidupan sehari-hari.


Yang perlu dikritisi dalam hal ini, adalah bahwa banyak orang Islam masih mengambil sisi ritualnya saja, sementara esensi kehambaanya dilupakan. Sehingga setiap tahun umat Islam merayakan Idul Adha, tetapi prilaku kesehariannya menginjak-injak ajaran Allah swt. Apa-apa yang Allah haramkan dengan mudah dilanggar. Dan apa-apa yang Allah perintahkan diabaikan. Bukankah Allah berfirmanudkhuluu fissilmi kaafaah? Tapi di manakah makna kaffah itu dalam dataran kehidupan umat Islam? Karena itu, setiap kita memasuki hari raya Idul Adha, yang pertama kali harus kita gelar adalah semangat kehambaan yang kaffah kepada Allah. Bukan kehambaan sepenggal-sepenggal, atau kehambaan musiman.
Berapa banyak orang Islam yang rajin mentaati Allah di bulan Ramadhan saja, sementara di luar Ramadhan tidak demikian.
Berapa banyak orang Islam yang rajin ke masjid selama di Makkah saja, sementara setelah kembali ke negerinya, mereka kembali berani berbuat dosa tanpa merasa takut sedikitpun. Wallahu a’lam bishshawab.


Selasa, 28 September 2010

PERJALANAN KE TANAH SUCI, TANAH PERJUANGAN PARA NABI ...

PINTU UTAMA MASJID NABAWI, MADINAH...




RAUDAH... TAMAN SYURGA ...


JABBAL TSUR (Saksi perjuangan perjalanan hijrah Nabi)


Jabbal Uhud. Dikaki Jabbal Uhud itulah pertempuran dahsyat terjadi.
Jabbal Rummat, tempat saya berdiri, posisi pasukan pemanah yang akhirnya turun untuk ghanimah perang, petaka bagi kaum Muslimin pada saat itu.


Masjidil Haram dari kejauhan.. Hanya tampak menaranya diantara gedung-gedung lainnya.
(Gedung sudut kiri atas yg paling tinggi --> Menara jam gadang nya Mekkah)

Bahkan masjid sebesar Masjidil Haram-pun tidak mampu menampung jemaah Sholat Subuh. (Melimpah ruah sampai ke jalan)  


Jabbal Rahmah ... 


Tenda-tenda di Mina



Jabbal Nur ... Saksi kenabian Muhammad SAW


Ba'da Shubuh ...di Masjidil Haram


Masih dengan pakaian ihram di Arafah. Hati-hati melanggar larangan ihram...



Sunset di Arafah.......sehari menjelang wukuf


Mabit di Musdalifah... Ngumpulin batu buat melontar jumrah di Mina esok harinya ...



Menuju terowongan Mina. Untuk melontar Jumrah ...



Tawaf.... Penuh rasa haru...


Saatnya ngambil Zam-Zam. Air dengan kualitas terbaik di dunia.

Silaturahmi ke keluarga yg udah jadi WN Arab Saudi.
(Bibi Khoiriyah, mama Aziz, Hasan .. I miss You. Mas Taufan. M, kapan ke Mekkah lagi bawa keluarga..?!)



Rasa haru yang menakjubkan ....


Subhanallah...Walhamdulillahi... Laailahaillallah...Allahu Akbar ....


Rasa haru setelah Tawaf Wada'. Entah kapan kan kembali lagi .....


Masjid diatas Laut Merah.  Jeddah ....


Dalam perjalanan pulang kembali ke tanah air dengan perasaan sejuta rasa ...



Pulang kembali dengan pengalaman ruhiyah yang menakjubkan.
Sulit tuk dikisahkan, selain .... Pergilah kesana! Berazamlah untuk mengunjungi Baitullah ....



 Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia ........

(Q.S Al-Maidah:97)

Sabtu, 25 September 2010

FAKTA PENTING TENTANG PENYAKIT CAMPAK DAN IMMUNISASI CAMPAK


Campak (rubeola, campak 9 hari) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.

Penyebab
Campak disebabkan oleh paramiksovirus. Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.

Gejala campak sebenarnya jarang sekali dapat dideteksi secara dini. Hal ini karena gejala penyakit campak-seperti batuk, pilek dan demam-hampir sama dengan penyakit flu biasa. Namun sebenarnya, campak adalah penyakit infeksi berbahaya. Penyakit ini disebabkan oleh virus campak, dan pada umumnya ditularkan melalui pernapasan, yakni percikan ludah dari hidung, tenggorokan, atau mulut.Karena penularannya terjadi secara langsung, campak menular begitu cepat. Metode penularannya adalah 1 atau 2 hari sebelum bercak-bercak kemerahan timbul pada kulit. Bercak-bercak ini disebut juga rash atau ruam. Dengan masa penularan 2-4 hari sebelum timbul bercak, penyakit campak akan menampilkan perubahan 
warna bercak selama anak sakit, yakni dari kemerahan menjadi cokelat kehitaman. Saat itu, campak sudah tidak menular lagi.

Ruam campak beda dengan ruam biang keringat. Biasanya, biang keringat tidak disertai demam, melainkan hanya diiringi rasa gatal. Lokasinya pun di tempat-tempat umum yang banyak berkeringat, seperti lipatan leher, ketiak, tubuh, atau lipatan paha. Sedangkan gejala campak biasanya diawali dengan batuk terlebih dulu. Kemudian demam, pilek, lesu dan rewel karena panasnya makin tinggi. Setelah itu barulah timbul bercak kemerahan. Lokasinya pun biasanya di sekitar muka, atau di belakang telinga. Lalu menyusul ke depan telinga, muka, dan kemudian menjalar ke leher.Ketika ruam campak sampai ke bagian wajah anak, kedua mata si anak bisa ikut terkena, sehingga berwarna merah, banyak kotorannya, serta mengeluarkan air. Sering kali bibir pun menjadi pecah-pecah. Setelah itu, ruam pun menjalar sampai ke dada.
Bercak merah di bagian wajah dan dada ini biasanya sifatnya mengumpul. Baru ketika sudah menjalar ke tungkai kaki, bercak merahnya jadi menyebar. Ketika ruam campak sudah keluar semua, panas anak pun mulai turun. Keluarlah bercak kecokelatan. Dan itu berarti, anak sudah masuk ke fase penyembuhan.

Secara detail, proses perkembangan gejala anak yang terkena campak adalah sebagai berikut:
Biasanya, anak akan batuk-batuk terlebih dulu. Lalu pada hari 1-2, anak akan mengalami demam yang makin lama makin tinggi. Matanya pun mulai merah dan berair.Pada hari ke-2 si anak demam, timbul bintik putih yang disebut Koplik's Spot di sebelah dalam mulut, biasanya di depan gigi geraham. Bintik putih ini akan tetap ada sampai 3-6 hari setelah demam timbul. 
Artinya, bintik itu bertahan sekitar 3-4 hari. sayangnya, gejala ini jarang sekali diperhatikan.Di hari ke-3, timbul bercak-bercak merah. Sementara pada hari ke-4 dan ke-5, demam anak semakin tinggi. Biasanya hingga mencapai 39-40 derajat Celsius. Bila anak mempunyai keturunan kejang-demam, pada saat itu umumnya ia sudah mengalami kejang-kejang. Barulah setelah 3-8 hari mengalami demam, bercak merah ini berubah warna. Dengan demikian, ruam campak biasanya bertahan selama 5-6 hari.

Habis bercak merah ini, terbitlah bercak-bercak berwarna cokelat kehitaman, yang akan menetap selama 1 minggu. Saat itu, si anak sudah `menjalani' masa sakit campak sekitar 10 hari.Pada gejala awal, yakni batuk dan demam, campak memang agak sulit dibedakan dengan flu. Akibatnya, banyak ibu-ibu yang menyangka anaknya terkena flu biasa. Namun 3 had kemudian (biasanya 1-2 hari pertama), mulailah kelihatan ada bercak kemerahan. 

Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.
Fakta Penting tentang Penyakit Campak dan Immunisasi Campak

Fakta Penting tentang Campak dan Imunisasi Campak:

  • Virus campak menular melalui percikan ludah di udara pada saat seseorang bersin atau batuk. Campak adalah salah satu penyakit menular dan dapat menyebabkan kematian pada anak-anak di dunia.
  • Campak dapat dicegah dengan vaksin yang efektif dan aman, telah diberikan kepada ratusan juta anak di seluruh dunia. Dosis pertama diberikan pada usia 9 bulan dan dosis kedua yang diberikan berikutnya akan dapat melindungi anak dari campak untuk seumur hidup.
  • Tiap tahun, diperkirakan lebih 30.000 anak Indonesia meninggal dunia akibat penyakit campak.
  • Campak dapat menyebabkan anak-anak meninggal karena komplikasi seperti diare, pneumonia atau radang otak. Campak juga dapat menyebabkan kebutaan, terutama penderita yang mengalami kekurangan vitamin A.
  • Dapatkan imunisasi campak untuk anak anda. Penyakit campak dapat dicegah dengan imunisasi, dapat menghindari dari penyakit campak dan komplikasi yang ditimbulkan.
  • Apabila anak anda berusia di bawah 5 tahun, mintalah agar anak anda diberikan vitamin A bersama dengan vaksin campak. Vitamin A dapat melindungi anak dari kemungkinan kebutaan atau bahkan kematian yang disebabkan komplikasi akibat penyakit campak.
  • Pastikan setiap anak dalam keluarga anda sudah mendapat imunisasi lengkap. Vaksin campak akan tersedia bagi anak usia 6 bulan hingga 12 tahun.
  • Segera laporkan kepada petugas kesehatan setempat apabila anda menemui kasus yang dicurigai sebagai penyakit campak. Deteksi kasus sejak dini dapat menghentikan meluasnya penjangkitan penyakit dalam lingkungan Anda.

Immunisasi Campak Pada Bayi dan Anak Sekolah ...






Eh .... Ternyata arti 'Minal 'Aidin wal Faizin' bukan 'Mohon Maaf Lahir dan Bathin, lho ..!


Ucapan ini: Selamat Hari Raya Idul Fitri, Taqobalallahu Minnaa wa Minkum, Minal ‘Aidin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir Batin, merupakan ucapan yang biasa disampaikan dan diterima oleh kaum muslimin di hari lebaran baik melalui lisan ataupun kartu ucapan idul fitri. Ada dua kalimat yang diambil dari bahasa arab di sana, yaitu kalimat ke dua dan tiga. Apakah arti kedua kalimat itu? Dari mana asal-usulnya? Sebagian orang kadang cukup mengucapkan minal ‘aidin wal faizin dengan bermaksud meminta maaf. Benarkah dua kalimat yang terakhir memiliki makna yang sama?
Para Sahabat Rasulullah biasa mengucapkan kalimat Taqobalallaahu minnaa wa minkum di antara mereka. Arti kalimat ini adalah semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian. Maksudnya,menerima amal ibadah kita semua selama bulan Ramadhan. Para sahabat juga biasa menambahkan: shiyamana wa shiyamakum, semoga juga puasaku dan kalian diterima.
Jadi kalimat yang ke dua dari ucapan selamat lebaran di atas memang biasa digunakan sejak jaman para Sahabat Nabi hingga sekarang.
Lalu bagaimana dengan kalimat: minal ‘aidin wal faizin? Menurut Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati, kalimat ini mengandung dua kata pokok: ‘aidin dan faizin (Ini penulisan yang benar menurut ejaan bahasa indonesia, bukan aidzin,aidhin atau faidzin,faidhin. Kalau dalam tulisan bahasa arab: من العاءدين و الفاءيزين )
Yang pertama sebenarnya sama akar katanya dengan ‘Id pada Idul Fitri.  ‘Id itu artinya kembali, maksudnya sesuatu yang kembali atau berulang, dalam hal ini perayaan yang datang setiap tahun. Sementara Al Fitr, artinya berbuka, maksudnya tidak lagi berpuasa selama sebulan penuh. Jadi, Idul Fitri berarti “hari raya berbuka” dan ‘aidin menunjukkan para pelakunya, yaitu orang-orang yang kembali. (Ada juga yang menghubungkan al Fitr dengan Fitrah atau kesucian, asal kejadian)
Faizin berasal dari kata fawz yang berarti kemenangan. Maka, faizin adalah orang-orang yang menang. Menang di sini berarti memperoleh keberuntungan berupa ridha, ampunan dan nikmat surga. Sementara kata min dalam minal menunjukkan bagian dari sesuatu.
Sebenarnya ada potongan kalimat yang semestinya ditambahkan di depan kalimat ini, yaitu ja’alanallaahu(semoga Allah menjadikan kita). Jadi selengkapnya kalimat minal ‘aidin wal faizin bermakna (semoga Allah menjadikan kita) bagian dari orang-orang yang kembali (kepada ketaqwaan/kesucian) dan orang-orang yang menang (dari melawan hawa nafsu dan memperoleh ridha Allah). Jelaslah, meskipun diikuti dengan kalimat mohon maaf lahir batin, ia tidak mempunyai makna yang serupa. Bahkan sebenarnya merupakan tambahan doa untuk kita yang patut untuk diaminkan.
Wallahu a’lam.

Jumat, 17 September 2010

Foto sejuta rasa ...





Capung


Islamic Centre






Pergantian Siang ke Malam



Rabu, 11 Agustus 2010

RITUAL BALIMAU : PRO KONTRA MANDI SUCI

   
Tak ada keraguan saat menunjuk Sumatera Barat sebagai salah satu pusat Islam di Indonesia. Bahkan nilai-nilai Islam di daerah ber ibukotakan Padang ini sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Sebagai gambarannya bisa dipetik dari makna ungkapan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adat mamakai. Maksudnya, hukum adat berdasarkan hukum agama, hukum agama berdasarkan Al-Qur'an. Ketentuan adat dan tradisi di sana tak boleh bertentangan dengan hukum agama. Itulah sebabnya, tradisi yang tak bertentangan dengan agama tetap hidup. 

Kendati demikian, ada juga tradisi yang masih hidup kendati sudah melahirkan pro dan kontra. Salah satunya adalah Tradisi Balimau yang biasanya dilakukan sehari sebelum masuk ramadhan. Menjelang sore, warga mandi massal di sungai dan danau. Sungai Batang Kalawi, Lubuk Minturun, Lubuk Paraku, Lubuk Hitam dan Kayu Gadang, adalah lokasi favorit mandi Balimau ini.

Sejumlah penduduk bahkan membawa daun pandan, buah limau, bunga mawar, kenanga, dan melati. Semua bahan balimau dimasukkan ke wadah berisi air dan dengan air inilah mereka mandi lalu bercebur ke dalam sungai. Ini bak mandi kembang yang menebar keharuman. 

Konon, dari sinilah muncul istilah Balimau. Mereka percaya, mandi ini selain membersihkan juga menyucikan diri. Bahkan setelah mandi mereka juga saling bermaaf-mafan. Ini dilakukan agar mereka nyaman saat menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan. 

Memang dalam Islam tak ditemukan ajaran seperti Balimau ini. Itulah sebabnya, tradisi ini sempat melahirkan kecaman dari tokoh agama di Padang. Tradisi ini dinilai peninggalan Hindu yang umatnya mensucikan diri di Sungai Gangga, India. 

Balimau dianggap mirip dengan Makara Sankranti, yaitu saat umat Hindu mandi di Sungai Gangga untuk memuja dewa Surya pada pertengahan Januari, kemudian ada Raksabandha sebagai penguat tali kasih antar sesama yang dilakukan pada Juli-Agustus, lalu Vasanta Panchami pada Januari-Februari sebagai pensucian diri menyambut musim semi.

Namun, niat menyucikan yang dilakukan warga Minang tentu saja berbeda dengan umat Hindu. Tak ada pula pelarangannya. Apalagi dalam tradisi ini juga ada sentuhan ke-Islam-an, yaitu beramaaf-maafan menjelang ibadah puasa. 

Hanya saja yang menjadi masalah, saat Tradisi Balimau berlangsung kerap terjadi perbuatan yang dinilai maksiat. Misalnya, ada yang menjadikan Tradisi Balimau sebagai ajang pacaran. Bahkan tak sedikit lelaki yang memelototi tubuh wanita yang lekuk tubuhnya terlihat jelas sebab badannya terbalut kain basah. 

Kelakuan sebagian orang itulah yang membuat tokoh agama di Minang meradang, sehingga menuding Tradisi Balimau lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Sehingga tokoh agama ada yang menentang tradisi terus dihidupkan. Sebab, mereka menilai tradisi itu sudah tak sejalan dengan filosofi “adat bersendikan syarak”.

Sebenarnya tradisi mandi suci menyambut ramadhan ini bukan hanya terjadi di Tanah Minang saja. Di sejumlah daerah juga melakukan hal yang sama. Misalnya warga Riau melakukannya di Sungai Kampar. Istilahnya juga mirip dengan di Minang, yaitu Balimau Kasai. 

Di kawasan Jawa, tradisi mandi suci disebut dengan Padusan. Ini dilakukan di setiap pelosok kampung. Juga dilakukan sehari menjelang ramadhan. Padusan adalah simbol mensucikan diri dari kotoran dengan harapan bisa menjalankan puasa dengan diawali kesucian lahir dan batin. Tempat mandi yang dicari adalah yang alami. Sebab mereka percaya sumber air yang alami adalah air suci yang menghasilkan tuah yang baik.