Senin, 29 April 2013

ENERGI CINTA


Cinta itu luar biasa. Cinta itu sungguh menakjubkan. Aneh bin ajaib. Aneh tapi nyata. Dengan cinta, sesuatu yang berat terasa ringan. Dengan cinta, sesuatu

yang jauh jadi dekat. Cinta … dia menyimpan energi dahsyat yang mampu menggerakkan energi ini untuk menghadapi segala kesulitan, beban hidup, dan penderitaan, hingga mampu keluar dari realitasnya. Banyak yang tidak bisa dirasionalkan apabila energi ini telah meledak dahsyat pada puncaknya. Hingga, orang-orang disekelilingnya hanya mampu melihat dari luarnya saja, namun tidak mampu merasakan sampai ke intinya.

Rasulullah adalah seorang pecinta sejati. Cintanya kepada Allah membuatnya asyik masyuk dengan yang dicintainya. Ini adalah ungkapan tentang shalat malam Rasulullah.

Kalau Rasulullah mendirikan shalat malam, begitu panjang. Disaat yang lain sedang terlelap dalam tidurnya, justru beliau asyik berkomunikasi kepada Kekasih yang dicintainya. Pernah seorang sahabat mengikuti shalat malam Rasulullah, namun akhirnya ia harus menyerah karena tidak mampu berdiri cukup lama walaupun usianya jauh lebih muda dari Rasullah. Ternyata, kata kunci dari kondisi ini adalah energi cinta yang dimiliki Rasulullah mampu membuatnya keluar dari realitas dirinya pada saat itu.

Pada masa beliaupun, ketika pada malam-malam di sebuah pertempuran, beberapa sahabat ditugaskan untuk bersiap siaga mengawasi kondisi di sekitar peristirahatan kaum Muslimin. Seorang sahabat, dimalam yang begitu dingin, didorong kerinduan yang luar biasa kepada Rabbnya, berinisiatif untuk shalat malam. Dinginnya malam tidak dihiraukannya, rasa letih dan lelah sehabis bertempur di siang hari tidak dirasakannya, hanya kekuatan cinta yang menggerakkan jiwanya untuk bisa berkomunikasi pada Sang Pemilik Cinta, Allah Azza wa Jalla.


Ketika sedang larut dalam shalat malamnya dan sedang merasakan kemesraan bersama Kekasihnya, tiba-tiba sebuah panah musuh mengenai kakinya. Namun, apa yang terjadi? Menjeritkah ia? Berhentikah ia dari shalatnya? Tidak! Ia tetap larut dalam proses cintanya. Panah kedua dan ketiga yang mengenai kaki sahabat itu membuatnya bergeming. Hingga, sahabat-sahabat lainnya mencabut panah-panah tersebut satu per satu. Namun, apa yang terjadi? Posisi sahabat ini tetap dalam kondisi shalat. Baru ketika selesai shalat, ia menanyakan apa yang terjadi pada dirinya kepada para sahabatnya. Luar biasa ! Cinta itu memang ajaib.

Selanjutnya, kita akan mengikuti kisah tentang keajaiban cinta dari seorang wanita mulia. Mudah-mudahan kisah ini menjadi pemantap keyakinan.

Wanita mulia ini digambarkan Rasulullah sebagai wanita terbaik di masanya. Bukan, bukan karena ia merupakan wanita tercantik, terpandang, hidup berlimpah kekayaan, dan permaisuri dari Raja Diraja Mesir yang penuh kuasa dizaman itu, namun karena ia telah menggadai hidup mewahnya di dunia untuk surga akhirat. Dialah Asiyah binti Muzahim.

Meski hidup sebagai istri dari tokoh nomor satu di Kerajaan , tak membuat Asiyah kehilangan kelembutan dan kerendahan hati.. Tak heran jika pada suatu hari, para pengawal raja menemukan kotak terapung berisi bayi lelaki tanpa identitas, ia dengan penuh kasih saying membawa sang bayi memasuki kehidupannya. Padahal, pada saat itu, suaminya tengah gencar gencarnya memerintahkan pambunuhan terhadap setiap bayi lelaki dari keturunan Bani Israil, sesuai dengan tafsir mimpi yang dibisikkan para ahli sihirnya.

Santun pula kalimat yang diucapkan Asiyah saat Fir’aun memerintahkan bayi itu dibunuh.

“Bayi ini adalah penyejuk mata bagiku dan bagimu. Maka, janganlah engkau membunuhnya, Suamiku.Mudah-mudahna ia member manfaat bagi kita, atau kita angkat ia sebagai anak.”

Maka, ditengah pengasuhan Asiyah sebagai “ibunya”-lah Musa dibesarkan layaknya seorang pangeran. Hingga, ia tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, santun, dan baik pula akhlaknya. Sementara, kebanyakan anak raja lain justru hidup dalam kepongahan dan penuh kesewenangan.

Setelah Musa diangkat sebagai rasul dan diperintahkan untuk berdakwah langsung kehadapan Fir’aun, keluarga, dan pembesar kerajaan lainnya, hanya sedikit pihak kerajaan yang mau beriman kepadanya. Satu riwayat menyebutkan, hanyan tiga orang dari kalangan kerajaan yang beriman, salah satu diantaranya adalah Asiyah, ibu asuh Musa.

Dalam tahun-tahun yang cukup panjang, Asiyah telah menyaksikan bahwa “anaknya” sungguh seorang yang shaleh, tidak pernah berbuat aniaya. Dan setelah ia mendengar semua seruan Musa, menyaksikan mukjizatnya, melihat bantahan penuh kepongahan dari suaminya yang mengaku sebagai Tuhan Yang Maha Berkuasa, kebeningan hatinya mampu menangkap hidayah Allah yang menghantarkannya menjadi seorang mukminah.

Wanita yang hidup berabad-abad yang lalu ini sadar betul bahwa beriman pad Allah dan rasul-Nya, Musa, berarti melakukan thalaq tiga terhadap gemerlap kehidupan kerajaan, perhubungannya dengan sumber kekuasaan yang berada dalam genggaman tangan suaminya, bahkan dengan dunia itu sendiri.

Namun, disaat kebanyakan wanita di masanya, bahkan di masa-masa selanjutnya hingga akhir zaman nanti, lebih memilih kehidupan gemerlap, kekuasaan, dan dunia, dengan mantap Asiyah memutuskan cintanya pada dunia yang fana dan memilih gemerlap istana abadi, surga dan ridha-Nya.

Ketika Fir’aun mengetahui keislaman dan keimanannya, ia menyiksa sang istri dengan siksa yang begitu pedih, tanpa mengenal belas kasihan sedikitpun. Fir’an keluar dan bertemu dengan kaumnya sambil mengatakan, “Apa yang kalian tahu tentang Asiyah binti Muzahim?”

Mereka mnjawab, “Dia adalah sosok wanita yang baik dan lembut, serta penyayang kepada sesame.”

Fir’aun mengatakan, “Dia telah menyembah Tuhan selain diriku.”

Kaumnya berkata, “Kalau begitu, bunuh saja dia.”

Tatkala siksaan begitu menyakitkan dan kezaliman Fir’aun sudah tak mampu tertahan, Asiyah berdo’a lirih kepada Allah SWT, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah runah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim …”

Allah kemudian memperlihatkan kepadanya sebuah istana yang kelak menjadi tempatnya di surga. Sebuah istana yang penuh kilauan cahaya hingga membuat Asiyah tersenyum. Namun, tersenyumnya Asiyah bermakna lain bagi Fir’aun. Ia mengatakan, “Wahai kaumku, terkejutkah kalian dengan gilanya Asiyah?”

Mendengar kata-kata Fir’aun, Asiyah malah tersenyum. Ia membayangkan surga di matanya. Berbagai derita yang dialaminya, kini tertukar dengan kenikmatan membayangkan surga.


Ditulis ulang dari buku berjudul
Biarkan Cinta Menepis Siksa
Penulis: Abdul Hakim El Hamidy, Hasna El Khansa
Penerbit: Zikrul, 2010

Sebagai inspirasi untuk bekerja dengan Cinta, tuk wujudkan Harmoni..
Salam Cinta, Kerja, Harmoni.

Selasa, 15 Januari 2013

PENGEMIS DAN SI KIKIR

Seorang pengemis suatu hari berdiri di muka pintu rumah orang kaya yang terkenal kikir.
"Ada perlu apa?" tanya si kikir.
"Tolong, barangkali adaroti atau nasi" jawab pengemis
"Nggak punya" sahut si kikir
"Atau makanan apa saja, pak" kata pengemis.
""Juga nggak ada" jawab si kikir
"Baiklah, saya minta air saja"
" Air juga nggak punya, mengerti ...!" bentak si kikir.
"Lalu apa perlunya bapak tinggal di rumah sebaik ini, kan lebih baik ikut saya, pak!" kata pengemis.
"Ikut kemana?" tanya si kikir heran.
"Tentu saja ikut mengemis. Dari pada bapak sudah nggak punya apa-apa, bahkan air saja tidak punya" kata pengemis sambil terus pergi ......

(Kasykul, K.H Bisri Mustofa)