Rabu, 05 Januari 2011

ZUBAIR BIN AWWAM (Pembela Rasulullah)

        ZUBAIR termasuk dalam rombongan pertama yang masuk Islam, karena ia adalah dari golongan tujuh orang yang mula-mula menyatakan ke Islamannya, dan sebagai perintis telah memainkan perannya yang penuh berkah di rumah Arqam.. Usianya waktu itu baru limabelas tahun. Ia adalah seorang penunggang kuda dan berani sejak kecilnya .... hingga ahli ssejarah menyebutkan bahwa "pedang pertama yang dihunuskan untuk membela ISLAM adalah ZUBAIR bin AWWAM.
        Pada hari-hari pertama Islam, saat kaum Muslimin masih sedikit sekali, tiba-tiba pada suatu hari tersebar berita bahwa Rasul terbunuh. Seketika itu, tiada lain tindakan Zubair kecuali menghunus pedang dan mengacungkannya, lalu ia berjalan di jalan-jalan kota Mekkah laksana tiupan angin kencang, padahal ia masih muda belia.... Ia pergi meneliti berita tersebut..dengan tekad, seandainya berita itu ternyata benar, niscaya pedangnya akan menebas semua pundak orang-orang Quraisy, sehingga ia mengalahkan mereka, atau mereka menewaskannya ...
      Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun tak kurang ia menanggung azab derita dan penyiksaan Quraisy. Dan yang memimpin penyiksaan itu adalah pamannya sendiri. Pernah ia disekap di suatu kurungan, kemudian dipenuhi dengan embusan asap api agar sesak napasnya, lalu pamannya berkata :"Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepadkan kamu dari siksa ini !" Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan : "Tidak .... demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya !" Subhanallah, padahal waktu itu ia belum menjadi pemuda taruna, masih belia bertulang lembut ...
       Zubair tak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan dan pertempuran, hingga terdapat bekas-bekas luka hampir pada segenap tubuhnya. Ketika perang Uhud usai, bersama Abu Bakar, Zubair di utus Rasul untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy, hingga mereka lari dan tidak kembali lagi ke Madinah. Pada perang Hunain, secara tiba-tiba Zubair seorang diri menyerbu rombongan suku Hawazin yang dipimpin oleh panglimanya Malik bin Auf. Dan dikucar-kacirkannya kesatuan mereka, kemudian dihalaunya mereka dari tempat persembunyian yang mereka gunakan untuk penyergap pemimpin-pemimpin Islam yang baru kembali dari arena perang.
        Zubair telah berhasil mengurus perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu dibelanjakannya untuk membela Islam, sehingga ia sendiri mati dalm berhutang. Diwasiatkannya kepada anaknya Abdullah untuk melunasi utang-utangnya, demikian pesannya :
"Bila aku tak mampu membayar utang, minta tolonglah kepada Maulana - induk semang kita-".
Lalu ditanya anaknya Abdullah: "Maulana yang mana bapak maksudkan...?" Maka jawabnya: "Yaitu Allah ... Induk semang dan penolong kita yang paling utama...!"
Kata Abdullah kemudian: "Maka demi Allah,  setiap aku terjatuh kedalam kesukaran karena utangnya, tetap aku memohon : "Wahai Induk Semang Zubair, lunasilah utangnya, maka Allah mengabulkan permohonan itu, dan alhamdulillah hutang pun dapat dilunasi."
        Zubair menjemput kematiannya saat beliau mengundurkan diri dari peristiwa "Waq'atul Jammal". Ia diikuti seorang laki-laki bernama Amru bin Jarmuz yang membunuhnya dikala ia sedang lengah, yakni sewaktu ia sedang shalat, menghadap Tuhannya...!
        Imam Ali berteriak demi mengetahui ada pembunuh Zubair yang minta izin untuk masuk ke rumahnya, katanya: "Sampaikan berita kepada pembunuh putera ibu Syafiah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka...!" Dan ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali oleh beberapa sahabatnya, ia mencium dan lama sekali ia menangis kemudian katanya: "Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya...".
     

Senin, 08 November 2010

HEWAN KURBAN

        Kata Udhhiyah dan dhahiyah adalah nama hewan sembelihan seperti sapi, unta, dan kambing yang dipotong pada Hari Raya Nahar (Kurban) dan Tasyrik sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT.
        Allah telah mensyariatkan Kurban, sebagaimana Firman-Nya:
"Sesungguhnya, kami telah  memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus dari rahmat Allah." (Al-Kautsar: 1-3).
"Dan unta-unta itu kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) ..." (Al-Hajj: 36)
        Sebuah riwayat dari Aisyah r.a, Nabi SAW telah bersabda :
"Tidak ada amalan yang diperbuat manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai oleh Allah selain menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan Kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku-kukunya. Sesungguhnya sebelum darah Kurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima disisi Allah. Maka tenangkanlah jiwa dengan berKurban." (H.R  Tirmidzi)

Hewan Yang Boleh Dikurbankan
          Adapun hewan yang boleh dikurbankan adalah unta, sapi, dan kambing (domba). Selain tiga jenis hewan itu tidak dibenarkan. Sebagaimana firman Allah SWT:
"....agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak...."(Al-Hajj:34)

        Hewan kurban berupa domba yang dianggap layak adalah yang berumur setengah tahun, kambing berumur satu tahun, sapi berumur dua tahun, dan untu berumur lima tahun. Semua hewan itu tidak dibedakan apakah jantan atau betina, berdasarkan hal-hal sebagai berikut;
  1. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, ia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Hewan kurban yang paling baik adalah 'Jadza' kambing." (Menurut Abu Hanafi Jdza adalah kambing/ domba yang telah berumur beberapa bulan . Sedangkan Imam syafi'i berpendapat bahwa kambing yang berumur satu tahun. Inilah yang paling shahih)
  2. Riwayat dari Uqbah bin Amir, ia berkata,"Aku bertanya kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah saw, aku memiliki jadza'. Kemudian Rasullah menjawab, 'Berkurbanlah dengannya.'" (HR Bukhari Muslim).
  3. Riwayat Muslim dar Jabir bahwa Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian berkurban kecuali yang telah berumur satu tahun keatas. Jika hal itu menyulitkanmu, maka sembelihlah yang jadza' kambing."
        Syarat hewan kurban adalah tidak cacat. Tidak dibolehkan berkurban dengan hewan cacat misalnya;
  1. Penyakit yang jelas terlihat.
  2. Picak matanya.
  3. Pincang sekali.
  4. Sum-sum tulangnya tidak kelihatan karena sangat kurus.Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah saw,"Empat jenis penyakit pada hewan kurban yang tidak layak yaitu hewan yang picak dengan jelas, dan yang sakit dan penyakitnya terlihat jelas, yang pincang sekali, dan yang kurus sekali." (HR Tirmidzi).
  5. Terdapat cacat; yaitu telinga atau tanduknya sebagian besar hilang.
     Cacat tambahan selain lima hal diatas adalah hatma (rontok seluruh gigi depan), ashma (kulit tanduk mengelupas), umya (buta), taula (tidak digembalakan/ liar), dan jarba (banyak kudis).
Hal-hal yang masih ditolerir adalah tak bersuara, buntutnya putus, bunting, dan tidak memiliki sebagian telinga dan sebagain bokongnya.
Menurut pendapat kalangan mazhab Syafi'i yang tersahih bahwa yang bokongnya teroutus dan kantong susunya tidak ada, maka tidak memenuhi syarat, karena hilang sebagian organ tubuh yang dapat dikonsumsi. Begitu pula halnya dengan ekor yang terputus.
Imam Syafi'i mengatakan, "Kami tidak menemukan hadits yang menyebutkan gigi sama sekali."

Disyaratkan bahwa hewan kurban tidak disembelih kecuali setelah terbit matahari pada hari Idul Adha hingga saat-saat pelaksanaan shalat Id. Setelah itu dibolehkan menyembelih kapanpun di hari yang tiga (hari Tasyriq) baik malam maupun siang. Setelah tiga hari itu, maka tidak dibenarkan penyembelihan hewan kurban. Sebagaimana Riwayat Barra r.a dari nabi saw, bahwa ia bersabda,
       "Sesungguhnya hal pertam yang kita lakukan pada hari ini (Hari Raya Id) adalah shalat, kemudian kembali dan memotong kurban. Barang siapa melakukan itu, berarti ia mendapatkan sunnah kami. Dan barang siapa yang menyembelih sebelum itu, maka daging sembelihannya untuk keluarganya dan tidakdinilai sebagai ibadah kurban sama sekali."

        Jika orang yang berkurban memiliki kepandaian dalam menyembelih hewan, maka disunnahkan untuk melakukan sendiri untuknya. 
Apabila orang yang berkurban tidak memiliki kepandaian dalam menyembelih hewan, maka hendaknya ia menghadiri dan menyaksikan pada saat penyembelihannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, 
"Wahai Fatimah, bangun dan saksikanlah kurbanmu karena setiap tetes darah hewan kurban akan memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kau lakukan. Dan bacalah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu baginya. Dan untuk itu aku diperintah. Aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri kepada Allah.' Seorang sahabat lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah ini untukmu dan keluargamu, atau untuk kaum muslimin secara umum?' Rasulullah menjawab, "Tidak, bahkan untuk kaum muslimin secara umum.'"

Wallahu 'Alam bissowaf.  Semoga bermanfaat.

Referensi : Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2007

Senin, 04 Oktober 2010

Meraih Haji Mabrur




Haji mabrur adalah dambaan dan cita-cita setiap muslim yang melaksanakan haji. Tetapi pertanyaannya apa itu haji mabrur? Banyak orang menafsirkan bahwa haji mabrur adalah haji yang ditandai dengan kejadian-kejadian aneh dan luar biasa saat menjalani ibadah tersebut di tanah suci. Kejadian ini lalu direkam sebagai pengalaman ruhani, yang paling berkesan.

Bahkan kadang ketika ia sering menangis dan terharu dalam berbagai kesempatan itu juga dianggapnya sebagai tanda dari haji mabrur. Imam Al Ashfahani menyebutkan haji mabrur artinya haji yang diterima (maqbul) (lihat mufradat alfadzil Qur’an, h. 114).
Tapi apa tanda-tandanya?
Mabrur diambil dari kata al birru (kebaikan). Dalam sebuah ayat Allah swt berfirman: “lantanalul birra hatta tunfiquu mimma tuhibbun. Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan sehingga kamu menginfakkan sebagian apa yang kamu cintai”. QS.3:92. Ketika digandeng dengan kata haji maka ia menjadi sifat yang mengandung arti bahwa haji tersebut diikuti dengan kebajikan.
Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang mengantarkan pelakunya menjadi lebih baik dari masa sebelumnya. Al Qur’an juga menggunakan kata al birru untuk pengabdian yang terus menerus kepada orang tua wabarraan biwalidati. QS. 19:32. Orang-orang yang selalu mentaati Allah swt dan menjauhi segala yang dilarang disebut al abraar, kelak mereka dihari kiamat akan ditempatkan di surga. “Innal abraara lafii na’iem”. QS.82:13. Bila digabung antara ayat ini dengan hadits Rasulullah: “Al hajjul mabrrur laisa lahuu jazaa illal jannah.” HR Bukhari, nampak titik temu yang saling melengkapi, bahwa haji mabrur akan selalui ditandai dengan perubahan dalam diri pelakunya dengan mengalirnya amal saleh yang tiada putus-putusnya. Bila setelah berhaji seseorang selalu berbuat baik, sampai ia menghadap Allah swt, maka jelas ia akan tergolong kelompok al abraar dan pahala yang akan kelak ia dapatkan adalah surga.
Beradasarkan pembahasan di atas bahwa untuk mencapai haji mabrur ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
Pertama, niat yang ikhlas karena Allah swt, bukan karena ingin dipuji orang dan berbangga-bangga dengan gelar haji. Seorang yang tidak ikhlas dalam beramal apapun termasuk haji, Allah swt akan menolak amal tersebut sekalipun di mata manusia ia nampak begitu agung dan mulia.
Kedua, bekalnya harus halal. Haji yang dibekali dengan harta haram pasti Allah swt tolak. Rasulullah saw bersabda: “Sesunguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Di akhir hadits ini Rasulullah menggambarkan seorang musafir sedang berdo’a tetapi pakaiannya dan makanannya haram, maka Allah tidak akan menerima doa tersebut.” HR. Muslim. Demikian juga ibadah haji yang dibekali dengan harta haram.
Ketiga, Dari niat yang ikhlas dan bekal yang halal akan lahir syarat yang ketiga: istiqamah. Istiqamah artinya komitmen yang total untuk mentaati Allah swt dan tunduk kepada-Nya, bukan saja selama haji, melainkan kapan saja dan di mana saja ia berada. Haji tidak akan bermakna jika sekembalinya dari tanah suci, seorang tidak menyadari identitas kehambaanya kepada Allah swt. Tuntunan syetan kembali diagungkan. Merebut harta haram dan kemaksiatan menjadi kebiasaannya sehari-hari. Bila ini yang terjadi, bisa dipastikan bahwa hajinya tidak mabrur. Karena haji mabrur akan selalu diikuti dengan kebajikan. Pribadi yang istiqamah setelah menjalankan ibadah haji, akan selalu tenang. Tidak plin-plan. Perilakunya jelas tidak berwarna-warni seperti bunglon. Apa yang Allah swt haramkan senantiasa ia hindari, dan apa yang diwajibkan selalu ia tegakkan secara sempurna.
Allah swt mengajarkan bahwa hanya iman dan harta halal yang bisa membuat seseorang selalu istiqamah mentaati-Nya. QS. 2:172, 23:51.
Istiqamah mempertahankan nilai-nilai haji, dan menahan diri dari segala bentuk kemungkaran sekecil apapun.

Seseorang yang naik haji akan di sebut haji mabrur setelah ia nampak bahwa hidupnya lebih istiqamah dan kebajikannya selalu bertambah sampai ia menghadap Allah SWT. Wallahu a’lam bishshawab.
Rosadi