Keutamaan Qurban
Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling
utama. ‘Aisyah radhiyallahu’anhamenceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan
pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan
darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad
sahih, lihat Taudhihul
Ahkam, IV/450)
Yakinlah…! Bagi
mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yang dia
keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang
yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi
orang yang menahan hartanya (pelit).”
(HR. Al Bukhari 1374 & Muslim 1010).
Hewan yang Boleh Digunakan untuk Qurban
Hewan qurban hanya boleh dari jenis Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak). Dalilnya adalah firman Allah yang
artinya, “Dan
bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama
Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak
(bahiimatul an’aam).” (Qs.
Al Hajj: 34). Dalam bahasa arab, yang dimaksud Bahiimatul Al An’aam hanya mencakup tiga binatang yaitu onta, sapi atau
kambing.
Berqurban Atas Nama Orang yang Sudah
Meninggal?
Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci menjadi tiga bentuk:
Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci menjadi tiga bentuk:
·
Orang
yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama namun statusnya mengikuti
qurban keluarganya yang masih hidup. Misalnya seseorang berqurban untuk dirinya
dan keluarganya sementara ada di antara keluarganya yang telah meninggal.
Berqurban jenis ini dibolehkan dan pahala qurbannya meliputi dirinya dan
keluarganya, termasuk yang sudah meninggal.
·
Berqurban
khusus untuk orang yang telah meninggal tanpa ada wasiat dari mayit. Sebagian
ulama madzhab hambali menganggap ini sebagai satu hal yang baik dan pahalanya
bisa sampai kepada mayit, sebagaimana sedekah atas nama mayit (lih. Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 & 1765). Namun sebagian ulama’ bersikap
keras dan menilai perbuatan ini sebagai satu bentuk bid’ah, mengingat tidak ada
tuntunan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tidak ada riwayat bahwasanya beliau
berqurban atas nama Khadijah, Hamzah, atau kerabat beliau lainnya yang telah
meninggal, mendahului beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa berqurban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus tanpa ada wasiat sebelumnya adalah tidak disyariatkan. Karena Nabi r tidak pernah melakukan hal itu. Padahal beliau sangat mencintai keluarganya yang telah meninggal seperti istri beliau tercinta Khadijah dan paman beliau Hamzah.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa berqurban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus tanpa ada wasiat sebelumnya adalah tidak disyariatkan. Karena Nabi r tidak pernah melakukan hal itu. Padahal beliau sangat mencintai keluarganya yang telah meninggal seperti istri beliau tercinta Khadijah dan paman beliau Hamzah.
·
Berqurban
khusus untuk orang yang meninggal karena mayit pernah mewasiatkan agar
keluarganya berqurban untuk dirinya jika dia meninggal. Berqurban untuk mayit
untuk kasus ini diperbolehkan jika dalam rangka menunaikan wasiat si mayit.
(Dinukil dari catatan kakiSyarhul
Mumti’ yang diambil dari Risalah Udl-hiyah Syaikh Ibn Utsaimin 51)
Umur Hewan Qurban
Dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menyembelih
(qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka
kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (Muttafaq ‘alaih)
Musinnah adalah
hewan ternak yang sudah dewasa, diambil dari kata sinnun yang artinya gigi. Hewan tersebut dinamakan musinnah karena hewan tersebut sudah ganti gigi (bahasa jawa:
pow’el). Adapun rincian usia hewan musinnah adalah:
No.
|
Hewan
|
Usia minimal
|
1.
|
Onta
|
5 tahun
|
2.
|
Sapi
|
2 tahun
|
3.
|
Kambing jawa
|
1 tahun
|
4.
|
Domba
|
6 bulan
(domba Jadza’ah)
|
Cacat Hewan Qurban
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
a. Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban,
ada 4:
- Buta sebelah dan jelas sekali
kebutaannya
Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
- Sakit dan jelas sekali sakitnya. Tetapi
jika sakitnya belum jelas, misalnya, hewan tersebut kelihatannya masih sehat
maka boleh diqurbankan.
- Pincang dan tampak jelas pincangnya
Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
- Sangat tua sampai-sampai tidak punya
sumsum tulang
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).
b. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada
2 [3]:
- Sebagian atau keseluruhan telinganya
terpotong
- Tanduknya pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
- Tanduknya pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
c. Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan
qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka
tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong),
tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam (lihat Shahih
Fiqih Sunnah, II/373)
Laranganbagi yang hendak berqurban
Orang yang hendak berqurban dilarang memotong kuku dan
memotong rambutnya. Yang dilarang untuk dipotong kuku dan rambutnya di sini
adalah orang yang hendak qurban bukan hewan qurbannya. Dari Ummu Salamah dari
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau
bersabda, “Apabila
engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah) sedangkan
diantara kalian ingin berqurban maka janganlah dia menyentuh sedikitpun bagian
dari rambut dan kulitnya.” (HR.
Muslim)
Larangan tersebut berlaku untuk cara apapun dan untuk
bagian kuku maupun rambut manapun. Artinya mencakup larangan mencukur gundul
atau mencukur sebagian saja, atau sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh
di kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak (lihatShahih Fiqih Sunnah II/376).
Waktu penyembelihan
Waktu penyembelihan qurban adalah pada hari Iedul Adha
dan 3 hari sesudahnya (hari tasyriq). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap hari taysriq adalah (hari) untuk
menyembelih (qurban).” (HR.
Ahmad dan Baihaqi) Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam. Baik siang
maupun malam sama-sama dibolehkan. Namun menurut Syaikh Al Utsaimin, melakukan
penyembelihan di waktu siang itu lebih baik.
Kemudian, para ulama sepakat bahwa menyembelih qurban
tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar di hari Iedul Adha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat
Ied maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri (bukan qurban). Dan
barangsiapa yang menyembelih sesudah shalat itu maka qurbannya sempurna dan dia
telah menepati sunnahnya kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pemanfaatan hasil sembelihan
Bagi pemilik hewan qurban dibolehkan memanfaatkan
daging qurbannya, melalui:
1.
Dimakan
sendiri dan keluarganya, bahkan sebagian ulama menyatakan shohibul qurban wajib
makan bagian hewan qurbannya. Termasuk dalam hal ini adalah berqurban karena
nadzar menurut pendapat yang benar.
2.
Disedekahkan
kepada orang yang membutuhkan.
3.
Dihadiahkan
kepada orang yang kaya.
4.
Disimpan
untuk bahan makanan di lain hari. Namun penyimpanan ini hanya dibolehkan jika
tidak terjadi musim paceklik atau krisis makanan.
Bolehkah memberikan daging qurban kepada
orang Kafir?
Ulama madzhab Malikiyah berpendapat makruhnya
memberikan daging qurban kepada orang kafir. Imam Malik mengatakan:
“(diberikan) kepada selain mereka (orang kafir) lebih aku sukai.” Sedangkan
Syafi’iyah berpendapat haramnya memberikan daging qurban kepada orang kafir
untuk qurban yang wajib (misalnya qurban nadzar, pen.) dan makruh untuk qurban
yang sunnah.
Kesimpulannya, memberikan bagian hewan
qurban kepada orang kafir dibolehkan karena status hewan qurban sama dengan sedekah
atau hadiah. Dan kita diperbolehkan memberikan sedekah maupun hadiah kepada
orang kafir. Sedangkan pendapat yang melarang adalah pendapat yang tidak kuat
karena tidak berdalil.
Larangan memperjual-belikan hasil
sembelihan
Tidak diperbolehkan memperjual-belikan bagian hewan
sembelihan, baik daging, kulit, kepala, tengkleng, bulu, tulang maupun bagian
yang lainnya. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhumengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan onta qurbannya. Beliau juga
memerintahkan saya untuk membagikan semua kulit tubuh serta kulit punggungnya.
Dan saya tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun darinya kepada tukang
jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan terdapat
ancaman keras dalam masalah ini, sebagaimana hadis berikut:
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menjual kulit hewan
qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (HR. Al Hakim 2/390 & Al Baihaqi. Syaikh Al Albani
mengatakan: Hasan)
Tetang haramnya pemilik hewan menjual
kulit qurban merupakan pendapat mayoritas ulama, meskipun Imam Abu Hanifah
menyelisihi mereka. Namun mengingat dalil yang sangat tegas dan jelas maka
pendapat siapapun harus disingkirkan.
Solusi untuk masalah kulit
bagi mereka (baca: panitia) yang masih merasa bingung
ngurusi kulit, bisa dilakukan beberapa solusi berikut:
- Kumpulkan semua kulit, kepala, dan kaki hewan qurban. Tunjuk sejumlah orang miskin sebagai sasaran penerima kulit. Tidak perlu diantar ke rumahnya, tapi cukup hubungi mereka dan sampaikan bahwa panitia siap menjualkan kulit yang sudah menjadi hak mereka. Dengan demikian, status panitia dalam hal ini adalah sebagai wakil bagi pemilik kulit untuk menjualkan kulit, bukan wakil dari shohibul qurban dalam menjual kulit.
- Serahkan semua atau sebagian kulit kepada yayasan islam sosial (misalnya panti asuhan atau pondok pesantren). (Terdapat Fatwa Lajnah yang membolehkan menyerahkan bagian hewan qurban kepada yayasan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar