Pada hari-hari pertama Islam, saat kaum Muslimin masih sedikit sekali, tiba-tiba pada suatu hari tersebar berita bahwa Rasul terbunuh. Seketika itu, tiada lain tindakan Zubair kecuali menghunus pedang dan mengacungkannya, lalu ia berjalan di jalan-jalan kota Mekkah laksana tiupan angin kencang, padahal ia masih muda belia.... Ia pergi meneliti berita tersebut..dengan tekad, seandainya berita itu ternyata benar, niscaya pedangnya akan menebas semua pundak orang-orang Quraisy, sehingga ia mengalahkan mereka, atau mereka menewaskannya ...
Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun tak kurang ia menanggung azab derita dan penyiksaan Quraisy. Dan yang memimpin penyiksaan itu adalah pamannya sendiri. Pernah ia disekap di suatu kurungan, kemudian dipenuhi dengan embusan asap api agar sesak napasnya, lalu pamannya berkata :"Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepadkan kamu dari siksa ini !" Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan : "Tidak .... demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya !" Subhanallah, padahal waktu itu ia belum menjadi pemuda taruna, masih belia bertulang lembut ...
Zubair tak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan dan pertempuran, hingga terdapat bekas-bekas luka hampir pada segenap tubuhnya. Ketika perang Uhud usai, bersama Abu Bakar, Zubair di utus Rasul untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy, hingga mereka lari dan tidak kembali lagi ke Madinah. Pada perang Hunain, secara tiba-tiba Zubair seorang diri menyerbu rombongan suku Hawazin yang dipimpin oleh panglimanya Malik bin Auf. Dan dikucar-kacirkannya kesatuan mereka, kemudian dihalaunya mereka dari tempat persembunyian yang mereka gunakan untuk penyergap pemimpin-pemimpin Islam yang baru kembali dari arena perang.
Zubair telah berhasil mengurus perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu dibelanjakannya untuk membela Islam, sehingga ia sendiri mati dalm berhutang. Diwasiatkannya kepada anaknya Abdullah untuk melunasi utang-utangnya, demikian pesannya :
"Bila aku tak mampu membayar utang, minta tolonglah kepada Maulana - induk semang kita-".
Lalu ditanya anaknya Abdullah: "Maulana yang mana bapak maksudkan...?" Maka jawabnya: "Yaitu Allah ... Induk semang dan penolong kita yang paling utama...!"
Kata Abdullah kemudian: "Maka demi Allah, setiap aku terjatuh kedalam kesukaran karena utangnya, tetap aku memohon : "Wahai Induk Semang Zubair, lunasilah utangnya, maka Allah mengabulkan permohonan itu, dan alhamdulillah hutang pun dapat dilunasi."
Zubair menjemput kematiannya saat beliau mengundurkan diri dari peristiwa "Waq'atul Jammal". Ia diikuti seorang laki-laki bernama Amru bin Jarmuz yang membunuhnya dikala ia sedang lengah, yakni sewaktu ia sedang shalat, menghadap Tuhannya...!
Imam Ali berteriak demi mengetahui ada pembunuh Zubair yang minta izin untuk masuk ke rumahnya, katanya: "Sampaikan berita kepada pembunuh putera ibu Syafiah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka...!" Dan ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali oleh beberapa sahabatnya, ia mencium dan lama sekali ia menangis kemudian katanya: "Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya...".
Zubair tak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan dan pertempuran, hingga terdapat bekas-bekas luka hampir pada segenap tubuhnya. Ketika perang Uhud usai, bersama Abu Bakar, Zubair di utus Rasul untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy, hingga mereka lari dan tidak kembali lagi ke Madinah. Pada perang Hunain, secara tiba-tiba Zubair seorang diri menyerbu rombongan suku Hawazin yang dipimpin oleh panglimanya Malik bin Auf. Dan dikucar-kacirkannya kesatuan mereka, kemudian dihalaunya mereka dari tempat persembunyian yang mereka gunakan untuk penyergap pemimpin-pemimpin Islam yang baru kembali dari arena perang.
Zubair telah berhasil mengurus perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu dibelanjakannya untuk membela Islam, sehingga ia sendiri mati dalm berhutang. Diwasiatkannya kepada anaknya Abdullah untuk melunasi utang-utangnya, demikian pesannya :
"Bila aku tak mampu membayar utang, minta tolonglah kepada Maulana - induk semang kita-".
Lalu ditanya anaknya Abdullah: "Maulana yang mana bapak maksudkan...?" Maka jawabnya: "Yaitu Allah ... Induk semang dan penolong kita yang paling utama...!"
Kata Abdullah kemudian: "Maka demi Allah, setiap aku terjatuh kedalam kesukaran karena utangnya, tetap aku memohon : "Wahai Induk Semang Zubair, lunasilah utangnya, maka Allah mengabulkan permohonan itu, dan alhamdulillah hutang pun dapat dilunasi."
Zubair menjemput kematiannya saat beliau mengundurkan diri dari peristiwa "Waq'atul Jammal". Ia diikuti seorang laki-laki bernama Amru bin Jarmuz yang membunuhnya dikala ia sedang lengah, yakni sewaktu ia sedang shalat, menghadap Tuhannya...!
Imam Ali berteriak demi mengetahui ada pembunuh Zubair yang minta izin untuk masuk ke rumahnya, katanya: "Sampaikan berita kepada pembunuh putera ibu Syafiah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka...!" Dan ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali oleh beberapa sahabatnya, ia mencium dan lama sekali ia menangis kemudian katanya: "Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya...".